2/20/2010

DDT

DDT (diklorodifeniltrikloroetana)

DDT adalah insektisida paling ampuh yang pernah ditemukan dan digunakan manusia dalam membunuh serangga tetapi juga paling berbahaya bagi umat manusia manusia sehingga dijuluki “The Most Famous and Infamous Insecticide”. Tetapi kini penggunaan DDT di banyak negara di dunia terutama di Amerika Utara, Eropa Barat, dan juga di Indonesia telah dilarang. DDT pertama kali disintesis oleh Zeidler pada tahun 1873 tetapi sifat insekti¬sidanya baru ditemukan oleh Dr Paul Mueller pada tahun 1939.


• Bahaya toksisitas DDT terhadap ekosistem

Pada tahun 1962 Rachel Carson dalam bukunya yang terkenal, Silenty Spring menjuluki DDT sebagai obat yang membawa kematian bagi kehidupan di bumi. Demikian berbahayanya DDT bagi kehidupan di bumi sehingga atas rekomendasi EPA (Environmental Protection Agency) Amerika Serikat pada tahun 1972 DDT dilarang digunakan terhitung 1 Januari 1973. Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan sudah mulai tampak sejak awal penggunaannya pada tahun 1940-an, dengan menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di Amerika Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya (terutama ikan sebagai mangsanya) yang tercemar DDT. DDT menyebabkan cang¬kang telur elang menjadi sangat rapuh sehingga rusak jika dieram. Dari segi bahayanya, oleh EPA DDT digolongkan dalam bahan racun PBT (persistent, bioaccumulative, and toxic) material.

Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya terhadap lingkungan hidup adalah:

1. Sifat apolar DDT
DDT tidak larut dalam air tetapi sangat larut dalam lemak. Makin larut suatu insektisida dalam lemak (semakin lipofilik) semakin tinggi sifat apolarnya. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab DDT sangat mudah menembus kulit.

2. Sifat DDT yang sangat stabil dan persisten
DDT sukar terurai sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk rantai makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup. Itu sebabnya DDT bersifat bioakumulatif dan biomagnifikatif karena sifatnya yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah. Dalam ilmu lingkungan, DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari polutan organik yang persisten (Persistent Organic Pollutants), yang memiliki sifat-sifat berikut:

1. Tak terdegradasi melalui fotolisis, biologis, maupun secara kimia.
2. Berhalogen (biasanya klor).
3. Daya larut dalam air sangat rendah.
4. Sangat larut dalam lemak.
5. Di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh.
6. Bioakumulatif.
7. Biomagnifikatif (toksisitas meningkat sepanjang rantai makanan).


Walaupun di negara-negara maju (khususnya di Amerika Utara dan Eropa Barat) penggunaan DDT telah dilarang, di negara-negara berkembang terutama India, RRC dan negara-negara Afrika dan Amerika Selatan, DDT masih digunakan. Banyak negara telah mela¬rang penggunaan DDT kecuali dalam keadaan darurat terutama jika muncul wabah penyakit seperti malaria, demam berdarah, dsb. Departeman Pertanian RI telah melarang penggunaan DDT di bidang pertanian sedangkan larangan penggunaan DDT di bidang kesehatan dilakukan pada tahun 1995. Komisi Pestisida RI juga sudah tidak memberi perijinan bagi pengunaan pestisida golongan hidrokarbon-berklor (chlorinated hydrocarbons) atau organoklorin (golongan insektisida di mana DDT termasuk).


C Tarumingkeng, Rudy, PhD. 2000. DDT dan permasalahannya di ABAD 21 (DDT and its problem in 21st century). http://www.rudyct.com/dethh/9_DDT_and_its_problem.htm. Diakses tanggal 15 Februari 2010.


0 komentar:

Posting Komentar